Pemahaman Filsafat



           Masalah-masalah kefilsafatan tidak tetap dan masalah-masalah tersebut akan ditemukan jawabannya tetapi dari jawaban tersebut akan selalu muncul pertanyaan baru bahkan hal tersebut kita tidak akan tingalkan hingga mendapatkan pemecahan dan pasti akan selalu muncul pertanyaan baru lagi dari jawaban tersebut. Itulah yang terjadi di dalam filsafat. Apa itu filsafat? Memulai dengan pertanyaan tersebut sesungguhnya sudah menunjukkan bahwa kita sedang berfilsafat. Pada dasarnya setiap manusia adalah seorang filsuf by nature. Bahkan mulai kanak-kanak sesungguhnya sudah banyak muncul pertanyaan-pertanyaan filsafat dalam dirinya. Bagi anak kecil sebagaimana seorang filsuf sesungguhnya segala sesuatu yang ada dalam hidup ini adalah sebuah pertanyaan, sebuah teka-teki, sebuah persoalan, sesuatu yang perlu dipahami. Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa sesungguhnya hakikat dari filsafat adalah bertanya terus menerus. Filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri.      
           Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani: ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
           Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM). Artinya filsafat pada saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470-399 SM) dan para filsuf lainnya.
           Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa: Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
·                  Plato (428 -348 SM): Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
·                  Aristoteles (384 – 322 SM): Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
·                  Cicero (106 – 43 SM): filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni“ ( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai art vitae (seni kehidupan )
·                  Johann Gotlich Fickte (1762-1814): filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu), yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
·                  Imanuel Kant (1724 – 1804): Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
·                  Paul Nartorp (1854 – 1924): filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya.
·                  Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah, yang disebut hakekat.
·                  Rene Descartes menurutnya filsafat adalah kumpulan semua pengetahuan dimana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
·                  Langeveld, Mahaguru Rijks-Universiteit Utrecht ini berpendapat bahwa filsafat adalah berfikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-masalah mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian, dan kebebasan.
·                  Hasbullah Bakri, ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
·                  N. Driyarkara, filsuf Indonesia ini berpendapat bahwa filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan (reality) yang sedalam-dalamnya sampai ke'mengapa' yang penghabisan.     
Pengertian pendekatan dalam filsafat ilmu:
Pendekatan dalam disiplin ilmu yang disebut filsafat ilmu akan lebih mudah di pahami arti pengertian bila diajukan pandangan Dewey tentang  pokok masalah, yaitu tentang permasalahan filsafat pendidikan yang berarti hubungan antara filsafat dan ilmu.
Berbagai metode pendekatan filsafat
Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif dikontraskan dengan pendekatan induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Dari segi bahasa, deduktif atau deduksi berasal dari Bahasa Inggris, yaitudeduction yang artinya penarikan kesimpulan-kesimpulan dari keadaan-keadaan umum atau menemukan yang khusus dari yang umum. Pendekatan deduktif juga diartikan sebagai cara berpikir dimana pernyataan yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan dalam pendekatan deduktif biasanya menggunakan pola pikir silogisme yang secara sederhana digambarkan dalam penyusunan dua buah pernyataan (premis mayor dan premis minor) dan sebuah kesimpulan.
Pendekatan Induktif
Pendekatan Induktif merupakan pendekatan yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke hal umum. Hukum yang disimpulkan pada fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Berpikir induktif adalah bentuk dari apa yang disebut generalisasi. Induksi (induction) adalah cara mempelajarai sesuatu yang bertolak dari hal-hal khusus untuk menentukan hukum atau hal yang bersifat umum. Metode berpikir induktif merupakan cara berpikir yang dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Oleh karena itu, penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang khusus dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Pendekatan Rasionalisme
Rasionalisme merupakan suatu paham yang mengutamakan rasio. Paham ini beranggapan bahwa prinsip-prinsip dasar keilmuan bersumber dari rasio manusia, sehingga pengalaman empiris bergantung pada prinsip-prinsip rasio. Karena rasio itu ada pada subjek (manusia), maka asal pengetahuan harus dicari pada subjek. Rasio itu berpikir. Berpikir inilah ynag membentuk pengetahuan. Karena hanya manusia yang berpikir, maka hanya manusia yang mempunyai pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah manusia berbuat dan menentukan tindakannya. Berbeda pengetahuan, berbeda pula laku perbuatan dan tindakannya. Rasionalisme juga bisa diartikan sebagai doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama.
 Pendekatan Empirisme
Empirisme merupakan suatu paham yang mengutamakan pengalaman. Secara harfiah, istilah empirisme berasal dari Bahasa Yunani, yaitu kata emperia yang berarti pengalaman. Pendekatan empiris melihat bahwa pengalaman, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniyah merupakan sumber utama pengenalan. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.
Contemplative (perenungan)
Merenung adalah memikirkan sesuatu atau segala sesuatu, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objeknya, misalnya makna hidup, kebenaran, keadilan, keindahan dan sebagainya. Merenung adalah suatu cara yang sesuai dengan watak filsafat, yaitu memikirkan segalah sesuatu sedalam-dalamnya, dalam keadaan tenang hening dan sungguh-sungguh dalam kesendirian atau kapan dan dimanapun.
Sveculative
Juga bagian dari perenung/ merenung. Karena melalui perenungan dengan pikiran yang tenang kritis, pikiran umum cenderung menganlisis, mengubungkan antara masalah berulang-ulang pada tujuan
Dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahua yang ,menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat besifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris, filsafat itu bersifat non frogmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Dan filsafat itu mencari tahu pertanyaan dan mempertanyakan kembali jawaban tersebut.

Daftar Pustaka
Anonim. 2015. Artikel Pengertian Filsafat Menurut Para Ahli. Diperoleh dari
Sani, Halim. 2007. Apakah Filsafat Itu Sebuah Pengantar Kealaman Filsafat. Diperoleh
           Dari https://halimsani.wordpress.com
Sudrajat, Akhmad. 2008. Pengertian Filsafat. Diperoleh dari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Richard L. Lanigan

Fungsi Batin Terhadap Pembentukan Kepribadain

Pertanyaan Filsafat Imanuel Kant